Selasa, 15 April 2008

Riba Perusak Umat (3)

Riba Fadhl
Definisinya adalah adanya tafadhul (selisih timbangan) pada dua perkara yang diwajibkan secara syar’i adanya tamatsul (kesamaan timbangan/ukuran) padanya. Riba jenis ini diistilahkan oleh Ibnul Qayyim dengan riba khafi (samar), sebab riba ini merupakan pintu menuju riba nasi`ah.

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum riba fadhl. Yang rajih tanpa keraguan lagi adalah pendapat jumhur ulama bahwa riba fadhl adalah haram dengan dalil yang sangat banyak. Di antaranya: Hadits ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim:

Jangan kalian menjual satu dinar dengan dua dinar, jangan pula satu dirham dengan dua dirham.”

Juga hadits-hadits yang semakna dengan itu, di antaranya:
a. Hadits Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu yang muttafaq ‘alaih.
b. Hadits ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu riwayat Muslim.
Juga hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah, Sa’d bin Abi Waqqash, Abu Bakrah, Ma’mar bin Abdillah dan lain-lain, yang menjelaskan tentang keharaman riba fadhl, tersebut dalam Ash-Shahihain atau salah satunya. Adapun dalil pihak yang membolehkan adalah hadits Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu:

Sesungguhnya riba itu hanya pada nasi`ah (tempo).”

Maka ada beberapa jawaban, di antaranya: Pertama, makna hadits ini adalah tidak ada riba yang lebih keras keharamannya dan diancam dengan hukuman keras kecuali riba nasi`ah. Sehingga yang ditiadakan adalah kesempurnaan, bukan wujud asal riba.

Kedua, hadits tersebut dibawa kepada pengertian: Bila jenisnya berbeda, maka diperbolehkan tafadhul (selisih timbangan) dan diharamkan adanya nasi`ah. Ini adalah jawaban Al-Imam Asy-Syafi’i, disebutkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dari gurunya, Sulaiman bin Harb. Jawaban ini pula yang dirajihkan oleh Al-Imam Ath-Thabari, Al-Imam Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, Ibnu Qudamah, dan sejumlah ulama besar lainnya. Jawaban inilah yang mengompromikan antara hadits yang dzahirnya bertentangan. Wallahul muwaffiq.

Riba Nasi`ah (Tempo)
Yaitu adanya tempo pada perkara yang diwajibkan secara syar’i adanya taqabudh (serah terima di tempat). Riba ini diistilahkan oleh Ibnul Qayyim dengan riba jali (jelas) dan para ulama sepakat tentang keharaman riba jenis ini dengan dasar hadits Usamah bin Zaid di atas. Banyak ulama yang membawakan adanya kesepakatan akan haramnya riba jenis ini. Riba fadhl dan riba nasi`ah diistilahkan oleh para fuqaha dengan riba bai’ (riba jual beli). Wallahu 'alam.

Tidak ada komentar: